Selasa, 30 September 2014

Prepaid Tax (Kredit Pajak)

Prepaid Tax (Kredit Pajak)


Pajak penghasilan di Indonesia mengenal prepaid tax atau kredit pajak. Prepaid tax adalah pembayaran pendahuluan atau angsuran pajak yang dapat diperhitungkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan atau Orang Pribadi untuk satu tahun pajak.

Prepaid tax dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga dengan alat bukti berupa bukti pemotongan Pajak Penghasilan. 

Prepaid tax yang disetor sendiri berupa setoran masa/bulanan, dikenal dengan sebutan PPh Pasal 25. Untuk perusahaan non BUMN/D PPh Pasal 25 dihitung dengan dasar Pajak Penghasilan terhutang tahun sebelumnya dibagi 12 setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23) dan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang boleh dikreditkan. Bilamana dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak sebelumnya, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan terbitnya surat ketetapan pajak. Berbeda dengan hal di atas, setoran pendahuluan Pajak Penghasilan Pasal 25 BUMN/D dihitung dengan dasar Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan setelah dilakukan koreksi pajak. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk BUMN/D

Prepaid tax yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain adalah pemotongan Pajak Penghasilan atas transaksi-transaksi yang merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 dan pemungutan PPh Pasal 22.

Baik pajak yang disetor sendiri berupa PPh Pasal 25 maupun yang dipotong atau dipungut pihak lain berupa PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 serta dipungut oleh PPh Pasal 22 merupakan angsuran pajak dimuka dan dapat diperhitungkan pada Pajak Penghasilan Badan atau Orang Pribadi.

Pada dasarnya prepaid tax atau kredit pajak dapat diakui bilamana ada bukti fisiknya. Artinya kolektabilitas bukti potong atau surat setoran pajak menjadi penting. Lantas bagaimana bila pada tanggal tutup buku bukti potong belum diterima lengkap sementara saat mencatat transaksi piutang dan pelunasan telah diakui pemotongan Pajak Penghasilannya?

Mengacu kepada prinsip konservatisme, atas bukti potong yang belum diterima pada akhir tahun buku haruslah dikoreksi kembali, dikembalikan kepada akun piutangnya. Hal ini dilakukan agar ada sinkronisasi antara bukti potong fisik dengan prepaid tax pada akun general ledger. Bagaimana bila saat pembuatan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan / Orang Pribadi baru diperoleh bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang sebelumnya belum terkumpul? Karena pengkreditan Pajak Penghasilan mengacu kepada bukti fisik, maka yang dilaporkan adalah yang sesuai dengan bukti fisiknya baik berupa surat setoran pajak atau bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.

Bagaimana pencatatan bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang diperoleh setelah tutup tahun buku? Sejalan dengan dibebankannya kredit pajak yang belum diperoleh bukti pemotongan/pemungutannya, maka saat diterimanya bukti potong setelah tutup buku, dicatat sebagai penghasilan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar